Dewan Pers: Advertorial di Media Tak Boleh Diskreditkan Produk Lain  

Jakarta, wartabrita.com- Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana, mengatakan iklan yang dimuat di media sama sekali tidak ada kaitannya dengan karya jurnalistik.

Jadi, berita atau sebuah kasus itu tidak boleh diiklankan di media. Perusahaan media juga harus memberi keterangan jelas jika informasi tersebut berbayar atau ada sponsornya.

“Apalagi iklan itu merupakan sebuah berita yang menggunakan pernyataan narasumber tertentu yang dengan sengaja digiring untuk mendiskreditkan produk pihak lain, itu jelas tidak boleh,” katanya. Jika itu terjadi, dia mengatakan pihak-pihak yang dirugikan oleh iklan tersebut bisa menuntut di pengadilan.

Baru-baru ini sebuah media online nasional memuat iklan advertorial yang isinya menggambarkan unsur persaingan usaha tidak sehat yang mendiskreditkan produk pihak lain.

Di bawah advertorial itu dengan jelas tertulis “Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan Le Minerale”.   Walaupun tulisan tersebut akhirnya dihapus, namun jejak digitalnya sudah tersimpan di beberapa posting sosial media.

Advertorial berjudul “Bagaimana Melindungi Ibu dan Anak dari Bahaya AMDK Tercemar Senyawa BPA?” ini berbentuk berita dengan menyertakan narasumber di dalamnya yang  bertujuan untuk menjatuhkan produk pihak lain yang sejenis dengan produksi pemasang iklan.

Iklan itu dengan jelas mendiskreditkan produk air minum dalam kemasan (AMDK) plastik polikarbonat (PC) yang digunakan pihak lain. Iklan ini juga memberitakan dampak kesehatan Bisfenol A (BPA) pada AMDK plastik PC yang disebutkan berbahaya.

Lebih lanjut Yadi mengutarakan, iklan itu hanya berupa kampanye untuk sebuah produk atau lembaga.

 

Yang dimuat itu adalah keunggulan-keunggulan produk atau lembaganya dengan tidak berupaya untuk menjatuhkan produk atau lembaga pihak lain.

“Iklan itu kan hanya kampanye tentang produk, bukan menjelek-jelekkan produk orang lain. Jadi, bentuknya juga tidak perlu cover both side seperti berita,” tukasnya.

Hal senada disampaikan mantan Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Chairudin Bangun. Dia juga mengatakan tidak boleh iklan itu memuat unsur persaingan usaha tidak sehat yang mendiskreditkan produk pihak lain.

 

“Tidak boleh, iklan harus tunduk pada aturan yang ditetapkan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia  atau P3I. Iklan juga tanggung jawab redaksi. Kalau ada yang keberatan, mereka bisa menuntut hak jawab sebesar iklan yang dimuat media tersebut. Bisa kena perdata juga,” katanya.

Dalam Pasal 44 Bab III ayat (1) dari PP 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan juga dengan jelas disebutkan bahwa setiap Iklan tentang pangan yang diperdagangkan wajib memuat keterangan mengenai pangan secara benar dan tidak menyesatkan, baik dalam bentuk gambar dan atau suara, pernyataan, dan atau bentuk apapun lainnya. Bahkan di dalam Pasal 47 ayat (1) dengan tegas dinyatakan bahwa  iklan produk pangan dilarang dibuat dalam bentuk apapun untuk diedarkan dan atau disebarluaskan dalam masyarakat dengan cara mendiskreditkan produk pangan lainnya.

Kemudian, setiap orang yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah itu akan dikenakan tindakan administratif berupa peringatan secara tertulis dan pengenaan denda paling tinggi Rp 50 juta dan atau pencabutan izin produksi atau izin usaha.

Sebelumnya, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Chandra Setiawan, melihat polemik kontaminasi BPA yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang ini berpotensi mengandung diskriminasi yang dilarang dalam hukum persaingan usaha.

Related posts