Oleh: Haidar Alwi
Wartabrita.com, Jakarta – Rentetan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J, menyeret Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, istrinya Putri Candrawathi dan lingkaran Sambo, harus dijadikan pelajaran dan peringatan keras.
Khususnya bagi institusi Polri, pemerintah, dan siapapun yang berkecimpung di area kekuasaan di republik ini. Bahwa sesungguhnya otoritas itu tidak pernah permanen dan bakal selesai pada waktunya.
Seperti pepatah mengatakan “waktu banjir, ikan makan semut dan waktu banjir surut, semut yang makan ikan (jadi semua orang ada giliran atau waktunya).
Sakti Mandraguna Ferdy Sambo
Merujuk dari background, hanya dalam setahun, Ferdy Sambo kembali naik pangkat menjadi inspektur jenderal. Sehingga pada November 2020, Idham Azis mengangkatnya sebagai Kadiv Propam Polri. Kala itu Sambo menjadi jenderal polisi bintang dua paling muda sekaligus pejabat utama Mabes Polri.
Bahkan Sambo meraih jabatan tertinggi selama kariernya itu, setelah berkarier selama 28 tahun.
Sambo semakin sakti tatkala selain memegang tampuk kepemimpinan Kadiv Prompam Polri, yang fungsinya memeriksa seluruh Polisi bermasalah di republik ini, ia juga menjadi Ketua Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Polri. Atau, lebih dikenal dengan sebutan Satgassus Merah Putih.
Satgassus ini tugasnya menangani berbagai perkara besar lintas direktorat di Badan Reserse Kriminal Polri.
Konon katanya, dengan jabatan Kasatgassus, membuat Sambo semakin sakti mandraguna dan ditakuti sejumlah pejabat, termasuk setingkat Jenderal Bintang 2 dan 3 di Korps Bhayangkara.
Jabatan Sakti Tak Bawa Hasil Tapi Petaka
Proses panjang Sambo menjadi sakti dalam jabatannya, ternyata dalam hitungan sekejap justru membuatnya terpuruk berujung petaka akibat ulah sendiri. Bukan saja bala bagi keluarga saja, namun orang-orang di lingkarannya ikut terimbas drama Sambo dalam membunuh Brigadir J.
Bahkan Sambo yang sebelumnya digambarkan publik sebagai figur kuat di Polri dan mustahil disentuh, akhirnya bertekuk lutut di bawah derasnya desakan rakyat Indonesia agar mereka ditetapkan sebagai tersangka.
Teranyar sang istri, Putri Candrawathi ikut ditetapkan penyidik sebagai tersangka serta dijerat dengan pasal yang sama dengan Sambo, yakni 340 KUHP ancaman hukuman mati.
Hidup adalah perjalanan dengan masalah untuk dipelajari, belajar dari pengalaman Sambo, bahwa walau mendapat kepercayaan yang begitu besar, namun bila sudah tiba waktunya dan berbuat kesalahan maka bisa jatuh juga. Bahkan gegara dirinya bertindak semena-mena terhadap anggota Polisi yang pangkatnya Brigadir.
Institusi Polri Sedang Diobok-obok Rakyat
Kegeraman publik atas perbuatan Sambo terus berkembang dan melebar ke perihal lainnya. Tak hanya meminta semua yang terlibat ditetapkan sebagai tersangka dan diproses hukum, namun juga melebar ke persoalan lain.
Mulai dari isu dugaan judi alias 303 hingga laporan Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan atau TAMPAK terhadap Ferdy Sambo atas dugaan kasus suap ke
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bahkan, soal judi, Kapolri dalam arahannya melalui video conference kepada seluruh jajaran se-Indonesia, Kamis (18/8/2022), menginstruksikan jajarannya menindak praktek judi baik di darat maupun online.
Soal dugaan suap, KPK masih melakukan langkah-langkah analisis lebih lanjut berupa verifikasi mendalam dari data yang diterima untuk diproses sesuai prosedur.
Belajar dari persoalan ini, sebaiknya, Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo ke depan dalam memilih siapapun sebagai pembantunya atau bawahannya harus berhati-hati. Apalagi kalau dikaitkan dengan masa menjelang momentum tahun politik 2024.
Haidar Alwi Centre Apresiasi Polri Cekatan
Walau pelik persolan ini belum tuntas karena proses hukumnya masih berjalan, namun penting juga memberikan apresiasi kepada Polri, khususnya Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Kabareskrim
Komjen Pol Agus Andrianto.
Pasalnya, dengan cekatan dan berani menetapkan lima orang menjadi tersangka pembunuhan berencana Brigadir J. Yakni Irjen Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawati, Bahrada Richard Eliezer atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.
Presiden Haidar Alwi Centre (HAC), Haidar Alwi