Kontroversi Memanas: Rapat Pleno Golkar dan Penunjukan PLT Ketua Umum Menuai Kritik

Deklarator Kaukus Muda Bering, Rafik Perkasa Alam
Deklarator Kaukus Muda Bering, Rafik Perkasa Alam

JAKARTA, Wartabrita.com – Partai Golkar tengah menghadapi ketegangan internal setelah Airlangga Hartarto mengundurkan diri dari posisi Ketua Umum.

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar telah melaksanakan rapat pleno dan menunjuk Agus Gumiwang Kartasasmita sebagai Pelaksana Tugas (PLT) Ketua Umum.

Bacaan Lainnya

Rapat tersebut juga memutuskan untuk mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) dan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) pada 20 Agustus 2024 guna memilih Ketua Umum definitif.

Kontroversi Memanas: Rapat Pleno Golkar dan Penunjukan PLT Ketua Umum Menuai Kritik

Keputusan ini memicu kemarahan Deklarator Kaukus Muda Bering, Rafik Perkasa Alam, yang pada Rabu (14/08/2024) menyebut langkah tersebut sebagai bagian dari strategi penguasa untuk merebut kendali Partai Golkar dan melancarkan agenda politiknya.

“Ini jelas merupakan rencana besar penguasa untuk menguasai Partai Golkar dan memuluskan agenda politiknya. Keputusan Munas 20 Agustus 2024 yang diambil pada rapat pleno 13 Agustus 2024 dianggap tidak sesuai dengan aturan dan inkonstitusional,” ujar Rafik.

Menurut Rafik, keputusan untuk menggelar Munas pada 20 Agustus 2024 melanggar Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Partai Golkar.

AD Pasal 39 Ayat 2 Poin a menetapkan bahwa Munas adalah pemegang kekuasaan tertinggi dan harus diadakan pada bulan Desember, sekali dalam lima tahun.

Sementara itu, Pasal 39 Ayat 3 Poin a mengatur bahwa Musyawarah Nasional Luar Biasa hanya dapat dilaksanakan dalam kondisi luar biasa, dengan persetujuan minimal 2/3 Dewan Pimpinan Daerah Provinsi.

Rafik menilai keputusan rapat pleno pada 13 Agustus 2024 tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan inkonstitusional.

Ia menyarankan agar DPP melibatkan semua pihak terkait sebelum membuat keputusan untuk menjaga integritas dan marwah partai.

“Sebaiknya DPP melibatkan semua stakeholder sebelum mengambil keputusan,” tambahnya.

Rafik juga menegaskan bahwa calon Ketua Umum definitif seharusnya berasal dari pengurus yang pernah aktif di tingkat pusat atau daerah. Ia mengkritik kemungkinan pencalonan Bahlil Lahadalia atau Gibran Rakabuming Raka yang tidak memiliki rekam jejak sebagai pengurus Partai Golkar.

“Siapapun yang akan mencalonkan sebagai Ketua Umum Golkar definitif haruslah dari pengurus yang pernah aktif di tingkat pusat atau daerah. Bahlil bukan pengurus Partai Golkar di tingkat pusat maupun daerah. Pencalonan Bahlil sebagai calon tunggal Ketua Umum Golkar merupakan klaim sepihak. Senior di partai seharusnya memberikan nasihat, bukan memperkeruh suasana,” tegasnya.

Rafik memperingatkan bahwa jika skenario ini terjadi, ada kemungkinan intervensi dari pihak luar yang tidak diinginkan dalam pengambilalihan Partai Golkar.

Pos terkait