Jakarta, Wartabrita.com — Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba menyoroti berberapa aktivitas pertambangan Ilegal yang melibatkan kongsi smelter sebagai penadah. Kurangnya fungsi pengawasan alur transportasi Ekspor Nikel ilegal juga menjadi perhatian.
“Ditemukan adanya eksport Ilegal 5.3 Juta Ton Nikel ke China,” kata Ketua Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba PB HMI, Muhamad Ikram Pelesa dalam keterangan, Minggu (9/7/2023).
Selain itu terdapat kasus yang menarik tentang dugaan kerugian negara Rp 5,7 triliun atas kegitan penambangan 11 IUP penindih Konsesi IUP salah satu perusahaan plat merah di Konawe Utara selama periode 2019 hingga 2021.
Dugaan tersebut diungkapkan Ikram dalam Ekpose Naisonal Tata Kelola SDA Indonesia bertema “Kemana Aliran Dana Tambang Ilegal ?”. Kegiatan itu memaparkan sejumlah Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang telah disadur berdasarkan serapan kasus disejumlah daerah.
Berdasarkan DIM ditemukan bahwa terdapat indikasi keterlibatan institusi pemerintah dalam setiap aktivitas, baik dalam proses mempermudah kegiatan atau dalam melakukan pembiaran. Masyarakat juga mendapatkan kriminasisasi dan intimidasi oleh oknum tertentu dalam upaya masyarakat mempertahankan lahannya.
Salah satu Wakil Bendahara Umum PB HMI juga sempat dikriminalisasi menggunakan UU ITE. Ikram mengatakan, padahal jika mempelajari kasusnya, memang perusahaan tersebut terindikasi bermasalah sehingga perlu mendapat perlawanan.
“Case ini mesti mendapatkan atensi dari instansi kementerian terkait dan institusi penegakan hukum,” katanya.
Ikram melanjutkan, perlu ada evaluasi terhadap perusahaan plat merah tersebut terkait penanganan indikasi kerugian negara senilai 5,7 Triliun dalam kegitan penambangan 11 IUP penindih. Dia menduga perusahaan tidak mengamankan kepentingan negara dalam mengejar kerugian yang diakibatkan dari penambangan ilegal tersebut, bahkan terkesan menjadi fasilitator untuk menghapus dosa dan memberi pengampunan dari 11 IUP dimaksud.
Berdasarkan hasil telaah sejumlah persoalan tata kelola Minerba yang terjadi di Indonesia, pihaknya menyampaikan perlunya pemerintah untuk membentuk Satgas pemberantasan tambang ilegal. Hal ini akibat saling tindihnya fungsi pengawasan dan penindakan instansi kementerian terkait, dan institusi penegakan hukum lingkungan dan pertambangan.
Dia mengatakan bawah ada beberapa institusi yang berkenaan dengan fungsi pengawasan dan penindakan sektor Minerba ini saling tindih. Pertama, di Bareskrim ada soal pengawasan dan penindakannya, sedangkan di Kementerian ESDM ada inspektur pertambangan, kemudian di KLHK ada penegakan hukumnya dan di Kejaksaan ada fungsi pengawasan serupa sehingga saling tindih yang membuat peran mereka tidak begitu efektif.
“Kami mendorong pembentukan Satgas pemberantasan tambang ilegal, kita komparasikan semua institusi pada sektor pengawasan dan penindakan soal tata kelola Minerba ini terintegrasi dalam satuan tugas agar kedepannya lebih fokus dan lebih konsen dalam persoalan pengawasan serta penindakannya,” kata Ikram.
Sebelumnya, kegiatan ekspose nasional itu menghadirkan penanggap diantaranya Pihak Direktorat Jenderal Mineral – Batubara Kementerian ESDM, Sulistiyohadi, Kasubdit V Dit Tipiter Bareskrem Polri Kombes Pol Rony Samtana dan Direktorat Perhubungan Laut Kemenhub RI, Taufik Nugraha.