PP Aisyiyah, Pemprov Jateng dan  UNIMUS Siapkan Kader Hadapi Persoalan Pemberian Kental Manis pada Balita

SEMARANG, WartaBrita.com – Maraknya pemberian pangan tinggi gula seperti kental manis pada balita di Provinsi Jawa Tengah menjadi persoalan yang serius.

Kebiasaan konsumsi yang salah ini jelas mengancam kualitas SDM dimasa depan. Menghadapi persoalan tersebut PP Aisyiyah bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Universitas Muhammadiyah Semarang gelar kegiatan orientasi kader dan sosialisasi tentang pemenuhan gizi dan peruntukan kental manis.

Kegiatan orientasi dan sosialisasi kader yang diselenggarakan Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah di Gedung Kuliah Bersama (GBK) 1 Universitas Muhammadiyah Semarang (UNIMUS) pada 15 November 2023 membahas bahwa kental manis bukan susu harus diwaspadai ditengah maraknya kasus stunting di Jawa Tengah.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yunita Dyah Suminar menyampaikan dalam materi sambutannya bahwa persoalan kesehatan yang terjadi saat ini banyak terjadi karena pola asuh yang salah dari orang tua.

Hal ini karena kurangnya pengetahuan gizi. Salah satu contoh adalah pemberian kental manis pada balita sebagai minuman susu.

“Persoalan kesehatan lebih banyak timbul karena pola asuh yang salah dan pengetahuan orang tua yang kurang. Salah satunya adalah pemberian kental manis pada balita sebagai minuman susu,” kata Yunita.

Ia juga menjelaskan bahwa kandungan gizi kental manis itu tidak sama dengan susu dan jika ingin dikonsumsi, maka kental manis bukan untuk balita, dan jika ingin dikonsumsi orang dewasa maka hanya boleh dikonsumsi sebagai topping dan harus dibatasi jumlah konsumsinya.

“Kental manis itu kandungan gulanya sangat tinggi dan tidak sama dengan susu. Maka tidak boleh dikonsumsi oleh balita. Hanya boleh dikonsumsi sebagai topping untuk orang dewasa, Namun demikian jumlah konsumsinya pun harus dibatasi karena kandungan gulanya sangat tinggi,” tegas Yunita.

Ahli gizi dari UNIMUS, Purwanti Susanti  menjelaskan meski kental manis ada kandungan susu tetap tidak dapat memenuhi kecukupan gizi (AKG).

Hal ini karena dalam proses pembuatannya, kandungan susu pada kental manis dikeringkan hingga kandungan susunya hilang. Setelah kering, kental manis ditambah gula dengan porsi yang sangat banyak sehingga membuat kandungan gulanya menjadi tinggi.

“Kental manis ini memang bahan dasarnya susu, namun sudah lewat proses pengeringan sehingga nilai gizi dalam susunya hilang. Parahnya, kental manis ditambah gula dengan porsi yang banyak dan jadinya kandungan gulanya juga jadi tinggi,” kata Purwanti.

Memperjelas materinya tentang kental manis, Purwanti memberikan peringatan keras tentang ancaman kesehatan jika kental manis dikonsumsi untuk Anak dan Balita.

Kandungan gula yang tinggi dapat membuat anak malas makan hingga jatuh sakit dan kurang gizi. Bahkan konsumsi kental manis dapat memicu penyakit seperti obesitas, karies gigi, diabetes hingga penyakit jantung.

“Kental manis itu kalau dikonsumsi orang dewasa dalam jumlah banyak saja bahaya karena kandungan gulanya, apalagi anak. Jangan ya kita berikan kental manis untuk anak karena dapat memicu banyak penyakit seperti obesitas, karies gigi, diabetes, memicu jantung tidak sehat dan yang terpenting membentuk pola maka yang kurang baik. Anak jadi malas makan,” tegas Purwanti.

Ekorini Listiowati, selaku Koord Div Pemberdayaan Masyarakat Majelis Kesehatan PP Aisyiyah menekankan bahwa kader-kader Aisyiyah harus siap untuk ikut andil dengan turun tangan langsung dari tingkat pusat, wilayah, cabang hingga ranting dalam pengentasan masalah stunting khususnya edukasi kental manis bukan susu di masyarakat.

“Kader-kader Aisyiyah ini kan tersebar dari pusat hingga ranting ya, jadi kita harus siap untuk menjadi agent of change dalam pengentasan stunting dan edukasi kental manis bukan susu ini,” ungkap Ekorini.

Ekorini dalam paparannya juga mengimbau serta menekankan para kader Aisyiyah harus lebih peduli dan tidak boleh meninggalkan generasi yang lebih lemah di masa depan.

“Sebagai seorang kader Aisyiyah yang memegang teguh nilai-nilai islam maka kita tidak boleh meninggalkan generasi dibawah kita menjadi generasi yang lebih lemah. Generasi dibawah kita harus lebih kuat dari kita,” pungkas Ekorini.

 

Related posts