Jakarta, wartabrita.com – Banyak pihak mendesak pemerintah menyetop penggunaan aplikasi PeduliLindungi. Hal ini menyusul Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyoroti PeduliLindungi dalam laporan Praktik Hak Asasi Manusia (HAM) 2021. Apakah nasib aplikasi itu sudah di ujung tanduk? Atau ‘rohnya’ bakal lenyap secara perlahan karena rakyat mulai ‘sadar’ seiring AS menuding aplikasi itu melanggar HAM?
Menurut Sosiolog Musni Umar penggunaan aplikasi PeduLindungi banyak mudarat ketimbang manfaatnya. Aplikasi itu membuat rakyat tak nyaman dan terbatas mengakses fasilitas publik.
Bahkan, rakyat juga terpenjara dalam ketakutan potensi datanya bocor, lalu ada pihak yang tak bertanggung jawab memamfaatkannya untuk kepentingan tertentu.
“Iya (banyak mudarat daripada manfaatnya). Sekarang apa manfaatnya? Itu mengekang aja masyarakat kita,” ujar Musni dilansir dari Inilah.com, Minggu (16/4/2022).
Musni menekankan, penggunaan aplikasi PeduliLindungi sudah sangat tidak relevan dengan kondisi saat ini. Pasalnya kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan sudah tinggi, begitu juga peraturan untuk masuk sejumlah fasilitas umum dan gedung pemerintahan telah menyediakan alat pengecekan suhu badan.
“Kalau kita mau masuk mall, MRT, TransJakarta dan lainnya meski di barcode. Padahal suhu badan kita sudah diperiksa, terus kita sudah pakai masker. Jadi apa fungsinya PeduliLindungi itu? Kalau hanya simpan informasi tentang status vaksinasi individu sudah tak relevan,” ucapnya.
Aplikasi PeduliLindungi Sudah Tak Relevan
Peneliti Intitute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro mengatakan, semula aplikasi PeduliLindungi berfungsi melacak orang dengan status merah atau vaksinasi belum lengkap memasuki ruang publik. Rakyat pun mentoleransi penggunaannya, namun saat ini sudah tidak relevan.
Apalagi adanya tudingan dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat aplikasi PeduliLindungi melanggar HAM, terutama dengan dengan privasi data penduduk.
“Kebijakan publik harusnya buat nyaman bukan mengekang rakyat. Apalagi
perlindungan atas diri pribadi dan privasi termasuk data-data pribadi sebagai bagian dari HAM telah diatur dalam Pasal 28G ayat (1) UUD NRI Tahun 1945,” kata Riko.
DPR Dukung Tutup Aplikasi PeduliLindungi
Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay, mendesak pemerintah menjawab secara utuh semua tuduhan bahwa penggunaan Pedulilindungi melanggar HAM.
Pasalnya, saat ini semua data dari nama, NIK, tanggal lahir, email, dan jejak perjalanan penggunanya tersimpan dalam aplikasi itu.
Bahkan, bila memang kesimpulan bahwa benar adanya pelanggaran HAM, maka pemerintah wajib menutup aplikasi tersebut.
“Saya juga belum melihat manfaat langsung aplikasi ini dalam menahan laju penyebaran virus. Yang ada, aplikasi ini hanya berfungsi untuk mendata status vaksinasi warga. Begitu juga mendata orang yang terkena COVID. Soal bagaimana memanfaatkan data itu bagi melindungi warga, saya sendiri belum jelas. Ini yang perlu dibuka ke publik secara transparan dan terbuka,” ucap Saleh.
Respon Pemerintah Soal Tudingan PeduliLindungi Langgar HAM
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyebut tudingan aplikasi PeduliLindungi melanggar HAM tidak mendasar. Pasalnya, aplikasi itu berfungsi sebagai alat pencegahan pasien COVID-19 dan warga yang berisiko memasuki di tempat umum.
Bahkan, ia mengklaim selama periode 2021-2022, PeduliLindungi sudah mencegah 3.733.067 orang dengan status merah atau vaksinasi belum lengkap memasuki ruang publik. Juga, mencegah 538.659 upaya orang yang terinfeksi COVID-19 melakukan perjalanan domestik atau mengakses ruang publik tertutup.
“Kami memohon agar para pihak berhenti memelintir seolah-olah laporan tersbeut menyimpulkan adanya pelanggaran,” tutupnya.